Senin, 23 Februari 2015

Bersepakat Dalam Tangisan

Bukan anak-anak kalau tidak pernah menangis. Sebabnya pun bermacam-macam, karena jatuh, sakit, marah karena kemauannya tidak dituruti, berantem sama kakak/adiknya, dll. Uhh, jenisnya juga beragam, ada yang teriak-teriak sampai satu RT kedengaran, ada yang sambil guling-guling di tanah, ada yang sambil memukul-mukul, tapi tidak jarang juga nangisnya cuma diem (kalo orang jawa bilang mimblik-mimblik, haha).



Yang mendengarkan tangisannya? Hohoho, rasanya bukan main, gemes, bingung, bikin emosi, panik, dll. Nah, kali ini saya mau berbagi pengalaman tentang Bersepakat dalam tangisan. Weh, bisakah? Anak nangis teriak-teriak gimana bisa malah musyawarah. Hehee, yakin aja, in syaa Alloh bisa. Kuncinya satu, SABAR.
Rayyan
Khalisya
Jadi, selama ini saya membagi penyebab tangis anak-anak saya (Sasya 6th, Rayyan 4th) jadi dua : karena sakit dan karena marah. Penanganannya pun saya bedakan.

1. Tangis karena sakit
Sakit disini (bukan di dalam hatiku lho ya) bisa karena jatuh atau sakit (demam, pilek,dll). Pelukan sangat efektif untuk menghentikan tangisnya sambil dibelai dan diberi kalimat-kalimat positif, “sabar ya sayang, syafakillah/syafakalloh, mudah-mudahan cepat disembuhkan Alloh).

Tak jarang mereka nangis berkepanjangan (kayak sinetron gak abis-abis), kesempatan ni bermanja-manja sama bunda, gitu kali yak. Nah, ini saatnya membuat kesepakatan, “adek.. bisa berhenti dulu nangisnya, biar bisa bilang ke bunda bagian mana yang sakit, nanti bunda bantu..”. Pastikan anak benar-benar berhenti menangis baru bicara, tegaskan kalo adek bicara sambil nangis bunda gak ngerti. Setelah tenang baru kita cari solusi mengobati sakitnya dan membuat mereka merasa nyaman.


2. Tangis karena marah
Beda dengan tangis saat merasakan sakit/sedih, tangis karena kemarahan biasanya lebih beremosi tak jarang disertai tantrum. Ayah atau bunda harus tegas, pengalihan (menghibur)  ke hal lain tidak akan menyelesaikan masalah.

Jadi kita bantu si anak menyelesaikan masalahnya sendiri. Contoh, ketika si anak minta sesuatu gak keturutan pada akhirnya marah, nangis se nangis-nangisnya, kita ikut berteriak untuk menghentikan tangisnya bukanlah solusi, langkah pertama adalah tarik nafaaas yang panjaaang (jadi kayak senam), dekati anak dengan posisi sejajar berhadap-hadapan lalu bilang dengan tenang tapi tegas, “nak, selesaikan dulu nangisnya, baru kita bicara..”.


Jangan berharap mereka langsung diam ketika kita berkata seperti itu, apalagi baru pertama kali melakukan metode ini, tetap sabar dan tenang, kalau anak belum diam, tegaskan lagi, “kita bicara kalo kamu sudah berhenti nangis, ok?”, lalu tinggalkan, lakukan aktivitas lain. Setelah anak diam, langsung hampiri dan ucapkan terima kasih karena sudah tenang, baru ajak bicara cari solusi. Katakan padanya, “sabar ya,adek boleh sedih/marah tapi tidak perlu berteriak, silahkan bilang ke bunda nanti bunda bantu”. “Laa taghdhob wa lakal Jannah, janganlah suka marah, maka bagimu surga”.


Cara-cara di atas cukup efektif, tapi kembali kepada anak. Anak-anak itu unik, berbeda anak yang satu dengan yang lainnya. Dalam artian, kita tidak bisa hanya mengandalkan satu metode. Seperti yang saya alami beberapa waktu yang lalu. Jadi, Dek Rayyan nangis, marah, sebabnya saya agak lupa (berantem sama kakaknya kayaknya). Ni anak kalau lagi marah tu mukanya lucu banget, gak nahan kalau gak ketawa. Hehee. Tapi ya tetep harus tegas, sambil nahan ketawa saya bilang, “dek rayyan tenang dulu, nanti kita bicara baik-baik”.

Ehh, bukannya diem malah tambah keras nangisnya, minta gendong, pake buang-buang sandal pula. Saya tegaskan lagi, “adek, selesaikan dulu nangisnya baru bunda gendong”. Sambil nangis dia bilang, “gak mau, adek maunya gendong dulu baru diem..”. Wkwkwk, ngakak dalam hati. Tapi saya tetep kekeuh minta dia diem dulu. Akhirnya, karena sudah terlalu lama, saya tarik nafaas panjaang, saya putuskan untuk menekan tombol restart, memulai semua dari awal (Baca : Ida Nur Laila - Membuat Tombol Restart), sambil tersenyum saya dekati dek rayyan lalu bilang, “adek bunda gendong, setelah itu nangisnya berhenti ya..”. yap, ternyata langsung efektif, setelah saya gendong lansung cepp. Hahaha (oalah le le, kagak dari tadi). Simpel? Sepele? Iya.. Bukankah yang namanya kesepakatan itu berasal dari 2 pihak?
dokpri
Nah, dari kejadian itu saya sadar kalau metode-metode yang sudah ada bersifat fleksibel, disesuaikan dengan karakter anak masing-masing. Terlalu egois rasanya kalau kita terlalu memaksakan suatu metode yang pada akhirnya malah membuat anak semakin bermasalah.

Notes : bukan sok tahu bukan sok pintar, hanya mencoba berbagi pengalaman, yang pasti saya sendiri masih sangat perlu banyak belajar menjadi orang tua yang baik dan benar. Terima kasih..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar